Bab iv
Golongan resi
1. Resi Palasara
Ibu : dewi Sati
Istri :
Ø
Dewi Durgandini berputra Abiyasa
Ø
Kekayi berputra Kencakarupa, Rupakenca
Ø
Wateri
berputra Peputra Rajamala
Bertempat di : Negara Astina
Sewaktu
bertapa, ia digoda oleh seorang Dewa yang mewujudkan dirinya sebagai seekor
burung emprit dan bersarang di rambut sang tapa. Karena marah sang tapa memburu
burung itu. Itulah yang menjadikan sebab ia berjumpa dengan Dewi Durgandini,
seorang putri raja negara Wirata yang sedang bertapa di perahu dan yang
kemudian diperistrinya. Burung emprit tersebut sesungguhnya adalah jelmaan
seorang dewa yang memang sengaja datang untuk menggoda Resi Palasara. Para dewa
menghendaki, supaya ksatria itu meniggalkan kependetaannya, sesuai dengan
panggilannya bertempat tinggal di negara dan kemudian bertakhta di situ sebagai
raja.
Resi
Palasara menciptakan hutan menjadi negara, yakni negara Astina, bertahta di
situ sebagai raja dengan nama Prabu Dwipakeswara. Sesudah ia menjadi pendeta,
digunakanlah olehnya sebutan Begawan. Menurut riwayat, Begawan Palasara lah
yang mengarang sejarah dan cerita mngenai segala dewa dan keturunan mereka.
Resi
Palasara bermata jaitan, berhidung mancung, bermuka tenang. Rambutnya dihias
dengan garuda membelakang. Sebagian rambutnya terurai dan berbentuk gimbal (bergumpal gumpal) bersunting waderan.
Berselendang dan berkain bokongan kesatria.
Nama lain : Birawam, Ganggasuta, Dewabrata
Ayah : Prabu Sentanu
Ibu : Dewi Gangga
Bertempat di : Negara Astina
Aji aji : Swa Candra Marana ( bisa mati menurut
kehendak sendiri)
Sifat : sangat kuat pendiriannya
Dalam kisah
lahirnya Resi Bisma : adalah Prabu Sentanu yang jatuh hati kepada Dewi Gangga,
Dewi Gangga sebenarnya bidadari yang sedang menjalani hukuman dan di buang para
dewa ke mayapada. Untuk menebus kesalahannya Dewi Gangga bersedia melahirkan
kembali delapan Wasu. Caranya adalah dengan mengandug mereka satu per satu dan
setelah lahir membuangnya ke Sungai Gangga. Dewi Gangga bersedia menerima
pinangan Prabu Sentanu dengan syarat apabila ada sesuatu yang aneh, tidak boleh
bertanya. Prabu Sentanu menyanggupi dan memboyong Dewi Gangga ke Istana Astina.
Waktu pun
berlalu, Prabu Sentanu menjadi heran karena setiap kali Dewi Gangga mengandung,
menjelang kelahiran tiba tiba kandungannya hilang. Tetapi Prabu Sentanu tidak
berani bertanya karena teringat persyaratan yang ditetapkan oleh isterinya.
Pada
kandungan yang kedelapan, Prabu Sentanu memergoki isterinya hendak membuang
bayi yang baru dilahirkannya. Prabu Sentanu marah dan merebut bayi dari ibunya.
Kemudian Dewi Gangga pun menceritakan siapa dia dan kejadian yang sebenarnya.
Setelah itu dia meniggalkan Prabu Sentanu karena telah melanggar persyaratan.
Prabu Sentanu bersedih, tetapi bercampur gembira karena kini mempunyai seorang
anak, kemudian diberi nama Dewabrata.
Resi Bisma
adalah panglima perang dari Astina dalam pernag Baratayuda yang kemudian
berhadapan dengan Dewi Srikandi. Maka tewaslah Resi Bisma terkena anak panah
putri tersebut sebagaimana diramalkan Dewi Ambika, sebelum ia mati.
Nama lain : Prabu Kresnadwipayana, Sutiknaprawa,
Rancakaprawa.
Ayah : Resi Palasara
Ibu : Dewi Durgandini
Istri :
Ø
Dewi Ambika berputra Raden Destarastra
Ø
Dewi ambalika berputra Pandhu
Ø
Dewi Drati berputra Yamawidura
Bertempat di : Negara Astina
Pertapaan : Wukiretawu / Retawu
Sifat : hambeg tanuhita, darmahitam
sarahita, samahita, berbudi bawa leksana, adil pamarta ( dalam Bhs. Jawa)
Resi
Abiyasa raja yang bijaksana , adil dan kasih sayang kepada rakyatnya. Ia selalu
berpegang teguh pada adat istiadat raja. Abiyasa raja pendeta, artinya seorang
raja yang menjadi pendeta, bergelar Begawan Abiyasa. Sang Begawan mencapai usia
yang lanjut dan sempat menyaksikan kelahiran cicitnya Raden Parikesit. Pada
akhirnya Resi Abiyasa moksa dijemput Dewa dengan berkendaraan cahaya.
Sebelum
moksa (wafat dalam arti hilang beserta badan kasarnya), Resi Abiyasa
berkeliling diiringi oleh keluarga Pandhawa dan keturunan mereka ke luar kota
(negara) dan dengan rasa haru meninjau daerah perang Baratayuda yang telah
terjadi. Di situ ditemukannya tempat rusak karena peperangan, lalu
diperbaikinya tempat itu. Juga dijumpai jiwa jiwa yang belum sempurna matinya,
lalu disempurnakannyalah jiwa jiwa itu, dan ketika Sang Resi mengetahui bahwa
jiwa Pendeta Durna belum mati sepurna, maka ia bertitah kepada para Pandhawa
supaya meneyempurnakannya, karena pendeta Durna adalah juga guru para Pandhawa.
Titah ini dilaksanakan, hati para Pandhawa terharu oleh peristiwwa ini. Mereka
melihat, betapa besarnya kerusakan akibat Perang Baratayuda.
Nama
Kresnadipayana dipakai oleh Raden Parikesit, sesudah ia bertakhta sebagai raja
di Astina, seperti adat istiadat orang Jawa, bila seseorang menggantikan
pangkat ayahnya.
Nama lain : Barat Wajaputra, Barat Madyaputra,
Sang Wipra, Bambang Kumbayana, Drona
Padhepokan di : Sokalima
Ayah : Prabu Baratwaja
Ibu : Padmasari
Istri : Dewi Krepi berputra Bambang Aswatama
Aji aji : Angin Garudha
Senjata : Cindhamani / Cundhamanik, Cis
Wijayamunang
Resi Durna
waktu mudanya bernama Bambang Kumbayana. Resi durna mempunyai saudara seayah
seibu bernama Arya Kumbayaka dan Dewi Kumbayani. Resi Durna berwatak tinggi
hati,sombong,congkak, bengis, banyak bicaranya, tetapi kecakapan, kecerdikan, kepandaian
dan kesaktiannya luar biasa serta sangat mahir dalam siasat perang.
Karena
kesaktian dan kemahirannya dalam olah keprajuritan, Resi Durna dipercaya
menjadi guru anak anak Pandawa dan Kurawa. Resi Durna mempunyai pusaka sakti
erwujud keris bernama Cundamanik dan panah Sangkali yang diberikan kepada
Arjuna. Resi Durna menikah dengan dewi Krepi, putri Prabu Purungaji, raja
negara Tempuru dan memperoleh seorang putra bernama Bambang Aswatama.
Resi Durna berhasil mendirikan padepokan
Sokalima setelah berhasil merebut hampir setengah wilayah negara Pancala dari
kekuasaan Prabu Drupada.
Dalam peran
Baratayuda Resi Durna diangkat menjadi Senapati Agung Kurawa, setelah gugurnya
Resi Bisma. Resi Durna sangat mahir dalam siasat perang dan selalu tepat menentukan
gelar perang.
Resi Durna
gugur di medan pertempuran oleh tebasan pedang Drestajumena, putra Prabu
Drupada, yang memenggal putus kepalanya. Konon kematian Resi Durna akibat
dendam Prabu Ekalaya raja negara paranggelung yang arwahnya menyatu dalam tubuh
Drestajumena.
Begawan
Mintaraga adalah Arjuna pada waktu ia bertapa mengasingkan diri. Minta berarti
memisah dan raga artinya badan kasar, jadi waktu itu Arjuna menjernihkan
pikira, supaya bisa berpisah dengan badan kasarnya. Kehendak Arjuna ialah
supaya jaya kelak di dalam perang Baratayuda. Arjuna bertapa di gunung
Indrakila, bernama Begawan Mintaraga.
Ketika itu
Prabu Niwatakaca, dari negara Iman imantaka ingin meminang seorang bidadari di
Suralaya yaitu Dewi Supraba. Tetapi keinginannya itu ditentang oleh Hyang
Endra. Murkalah Prabu Niwatakaca dan bermaksud merusak Kaendran.
Karena
Hyang Endra bermaksud meminta bantuan Arjuna untuk melawan Niwatakaca. Maka
Hyang Endra pun bertitah kepada para Bidadari untuk menggoda Arjuna agar batal
tapanya. Tetapi para Bidadari tak berhasil membatalkan tapa Arjuna / Begawan
Mintaraga.
Di
pertapaan, raksasa Mamangmurka merusak pertapaan itu. Melihat perbuatan itu,
Arjuna menyumpahi Mamangmurka dan berkata “Tingkah laku raksasa ini seperti
babi hutan” dan seketika Mamangmurka pun berganti rupa menjadi babi hutan,
diikuti Hyang Endra yang menyaru menjadi pendeta bernama Resi Padya dan yang
berkehendak membunuh babi hutan itu. Ia melepaskan anak panahnya yang mengenai
babi hutan tersebut. Tetapi Begawan Mintaraga pun mengikuti, memanah dan mengenai
juga babi hutan itu.
Terjadilah
perselisihan antara Begawan Mintaraga dan Hyang Endra mengenai siapa sebenarnya
yang panahnya mengenai babi tadi. Tetapi sebenarnya Hyang Endra senang akan
kejadian tersebut, sebab berhasil membatalkan tapa Begawan Mintaraga dan minta
bantuan kepada Begawan Mintaraga mneghadapi Prabu Niwatakaca.
Terlaksanalah yang diinginkan Hyang
Endra. Niwatakaca ditewaskan oleh Begawan Mintaraga. Sebagai hadiah, Begawan
Mintaraga diangkat sebagai raja Kaendran untuk sementara waktu dan dikawinkan
dengan Dewi Supraba sebagai raja Kaendran Begawan Mintaraga bergelar Prabu
Kariti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar