Dewa



Bab iii
Golongan dewa

1. Sanghyang Wenang

Sanghyang Wenang adalah nama seorang dewa senior dalam tradisi pewayangan Jawa. Ia dianggap sebagai leluhur Bathara Guru, pemimpin Kahyangan Suralaya.
Bertempat tinggal : Kahyangan Awang Awang Kumitir
Ayah : Sanghyang Nurasa
Ibu : Dewi Sarwati
Aji aji :
Ø Kitab Pustaka Darya Pusaka dan ajimat berupa Kayu Rewan
Ø Lata Maha Usadi
Ø Cupu Manik Astaginna
Ø Cupu Retnadumilah
sekilas cerita :
Sanghyang Wenang adalah putra Sanghyang Nurasa (putra Sanghyang Nurcahya) dengan permaisuri Dewi Sarwati, Putri Prabu Rawangin (Raja Jin di Pulau Darma). Sanghyang Wenang lahir berwujud sotan (suara yang samar samar) bersama adik kembarnya yang bernama Sanghyang Wening. Dalam pedalangan, Sanghyang Wenang dikenal pula dengan nama Sanghyang Jatiwisesa. Saudara kandung lainnya adalah Sanghyang Darmajaka kakaknya, sedangkan adiknya bernama Sanghyang Taya atau Sanghyang Pramanawisesa yang berwuud akyan atau badan halus / jin.
Setelah Sanghyang Wenang dewasa, Sanghyang Nurasa kemudian manuksuma (Hidup dalam satu jiwa) ke dalam diri Sanghyang Wenang setelah menyerahkan benda benda pusaka : Kitab Pustaka Darya Pusaka dan ajimat berupa Kayu Rewan, Lata Maha Usadi, Cupu Manik Astaginna dan Cupu Retnadumilah.
Sanghyang Wenang menikah dengan Dewi Sati (Dewi Sahoti), putri Prabu Hari raja negeri Keling. Dari perkawinannya dianugerahi 5 putra yang kesemuanya berwujud akyan (badan halus) yaitu Sanghyang tunggal, Dewi Suyati, Bathara Nioya, Bathara Herumaya dan Bathara Senggana. Setelah Sanghyang Tunggal dewasa, maka Sanghyang Wenang menyerahkan tahta kerajaan dan segenap pasukaannya kepada Sanghyang Tunggal.



2. Sanghyang Tunggal

Nama lain : Sanghyang Jatiwisesa
Bertempat di negara : Kahyangan Jonggringsalaka atau Kahyangan Suralaya
Ayah : Sanghyang Wenang
Ibu : Dewi Sati 
Istri : Dewi Darmani dan Dewi Wirandi
sekilas cerita :
Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Darmani putri Sanghyang Darmajaka raja Kahyangan Keling yang tidak lain adalah kakak kandung Sanghyang Wenang.
Lalu Sanghyang Tunggal dinobatkan menjadi raja di Kahyangan Keling menggantikan Sanghyang Darmajaka.
Dari perkawinannya dengan Dewi Darmani, Sanghyang Tunggal dikaruniai beberapa orang anak dalam wujud akyan (badan halus) mereka adalah Sanghyang Rudra / Dewa Esa, Sanghyang Dewanjali dan Sanghyang Darmastuti.
Sanghyang Tunggal yang gemar membaca Serat (Kitab) Pustaka Darya yang berwujud suara tanpa sastra (tanpa tulis) itu menjadi tertarik dengan kisah perjalanan Sanghyang Nurcahya, kakek buyutnya. Ia memutuskan untuk meniru sang kakek buyut, yaitu bertapa untuk mencapai cita citanya menjadi penguasa di tiga lapisan dunia (Tribuana atau Triloka). Kahyangan Keling pun ia serahkan kepada putera sulungnya yaitu Sanghyang Rudra.
Sanghyang Tunggal kemudian bertapa tidur di atas sebuah Batu Datar. Begitu heningnya ia bertapa, ketika ia terbangun ia telah berada di sebuah istana indah di dasar samudra. Tanpa sadar sebenarnya Sanghyang Tunggal telah diculik oleh raja siluman kepiting bernama Sanghyang Rekatama (Sanghyang Yuyut) untuk dinikahkan dengan putrinya. Putri Sanghyang Rekatama yang bernama Dewi Wirandi (Dewi Rekawati) mengaku pernah bertemu dengan Sanghyang Tunggal di alam mimpi dan jatuh cinta kepandanya. Karena itu adalah jalan untuk mewujudkan cita citanya, maka Sanghyang Tunggal menerima lamaran tersebut.
Sang Hyang Tunggal lalu membawa Dewi Wirandi ke istana Kahyangan Suralaya di Gunung Tengguru untuk mendapat restu dari ayahnya. Kemudian Sanghyang Wenang menyerahkan Kahyangan  Suralaya kepada Sanghyang Tunggal. Lalu Sanghyang Wenang moksa, tinggal di Swargaloka Awang Awang Kumitir.
Sanghyang Tunggal kini bersemayam di Kahyangan Suralaya bersama kedua istrinya. Saat itu Kahyangan Suralaya masih belum berpenghuni selain mereka bertiga.
Pada suatu ketika, Dewi Wirandi yang hamil besar itu melahirkan, namun yang dilahirkan oleh sang dewi bukanlah sesosok bayi, tapi ia melahirkan sebutir telur.
Sanghyang Tunggal bersemedi untuk masuk ke Swargaloka Awang Awang Kumitir. Dihadapan Sanghyang Wenang, ia menceritakan perihal telur yang dilahirkan oleh istrinya. Sanghyang Wenang memberi petunjuk dan memberikan air kehidupan “Tirta Kamandalu” kepada Sanghyang Tunggal.
Sesuai petunjuk ayahnya telur itu ia puja hingga meretak dan pecah menjadi tiga bagian, kulit telur, putih telur dan kuning telur. Lalu ia menyiramkan air kehidupan “Tirta Kamandalu”secara bersamaan kepada bagian telur yang tercerai berai. Secara ajaib ketiga bagian telur tersebut berubah menjadi tiga sosok bayi.
Sanghyang Tunggal memberi nama masing masing bayi, yang kulit telur diberi nama Sanghyang Antaga , yang putih telur diberi nama Sanghyang Ismaya dan yang kuning telur diberi nama Sanghyang Manikmaya (Bathara Guru). Kelak ketiga putra Sanghyang Tunggal mempunyai peran penting dalam Jagad Pramuditya (Wayang).


3. Sanghyang Ismaya

Nama lain : Sanghyang Punggung (Purwakandha)
Ayah : Sanghyang Tunggal
Ibu : Dewi Wirandi
Istri : Dewi Senggani
sekilas cerita :
Sanghyang Ismaya merupakan anak kedua dari Sanghyang Tunggal. Dan juga mempunyai  5 orang saudara yaitu Sanghyang Antaga dan Sanghyang Manikmaya (dari Dewi Wirandi), juga sanghyang Rudra, Sanghyang Dewanjali dan Sanghyang Darmastuti (dari Dewi Darmani).
Sanghyang Ismaya menikah dengan Dewi Senggani, putri Sanghyang Wening. Dari perkawinan tersebut ia mendapatkan 9 orang putra dan 1 orang putri masing masing bernama Bathara Wungkuam, Bathara Tembora, Bathara Kuwera, Bathara Wrahaspati, Bathara Syiwah, Bathara Surya, Bathara Chandra, Bathara Yamadipati, Bathara Kamajaya dan Bathari Darmastutri.
Sanghyang Ismaya berwajah tampan. Suatu ketika ia berkelahi dengan Sanghyang Antaga karena memperebutkan siapa yang tertua diantara mereka dan yang berhak menjadi Tribuana. Akibatnya wajah mereka menjadi jelek. Oleh Sanghyang Tunggal mereka diberitahu, bahwa dahulu mereka lahir berwujud telur. Yang tertua Sanghyang Antaga (dari kulit telur) kemudian Sanghyang Ismaya (dari putih telur) dan Sanghyang Manikmaya (dari kuning telur).
Karena kesalahannya itu, Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Antaga karus turun ke Marcapada. Sanghyang Antaga mendapat tugas memberi tuntunan para angkara dan berganti nama mnejadi Togog. Sanghyang Ismaya mendapat tugas menjadi pamong trah Witaradya. Ia turun ke pertapaan Paremana menjelma pada cucunya sendiri Semar putra Bathara Wungkuan, yang menjadi saudara ipar Resi Manumanasa.


4. Sanghyang Manikmaya (Bathara Guru) 
                           
Nama lain :
Ø Sanghyang Nilakantha,
Ø Hyang Catur Buja,
Ø Jagad Girinata Hodipati,
Ø Sanghyang Pratingkah,
Ø Hyang Purbawasesa
Bertempat di negara : Suralaya Jonggringsaloka
Ayah : Sanghyang Tunggal
Ibu : Dewi Wirandi
Istri :
a)      Dewi Uma yang berputra Bathara Indra, Bathara Bayu, Bathara Wisnu, Bathara Brama, Bathara Sambo, Bathara Kala.
b)      Dewi Umarakti yang berputra Bathara Cakra, Bathara Mahadewa, Bathara Asmara.
Sifat : Tidak teguh pendirian, sombong dan congkak.
sekilas cerita :
Bathara Guru sakti dan sering menjadi manusia. Memiliki aji aji yaitu Aji Kawrastawa, Aji Pangabaran, Aji Silih Warna. Memiliki senjata Trisula dan Cis Kalaminta.
Bersabdalah Sanghyang Tunggal bahwa Bathara Guru kelak akan menguasai alam ini karena kesktian dan ketampanannya. Setelah Manikmaya menerima sabda yang demikian itu, dia pun merasa bangga dan merasa dirinya tiada cacadnya. Perasaan ini diketahui dari Hyang Tunggal dan dia pun bersabda “Hai, Manikmaya, ketahuilah, bahwa engkau akan mendapatkan cacad pada dirimu, ialah berupa belang di leher, lemah di kaki, caling di mulut dan bertangan empat.”
Manikmaya menyesal dan merasa bersalah, bahwa dia telah merasa begitu takabur di dalam hati. Sabda Hyang Tunggal memang menjadi kenyataan.
Menurut kepercayaan jawa, lebih lebih lagi kepercayaan dalang maka wayang Bathara Guru sangat dihormati dan dianggap sebagai wayang yang paling keramat. Oleh karena itu pun wayang Bathara Guru dibedakan dari wayang wayang lainnya. Misalnya saja hanya wayang Bathara Guru lah yang diselubungi kain indah. Demikian pula sebelum dimainkan, wayyang ini dikenakan asap dupa lebih dulu dan orang pun takut melangkahi batang pisang bekas menancapkan Bathara Guru.


5. Bathari Durga

Nama lain : Dewi Uma / Umayi
Ayah : Prabu Umaran
Ibu : Dewi Nurweni
Suami : Bathara Guru
Watak : tanggung jawab pada keluarga, sabar, halus, tajam perasaannya
Bertempat di negara : Sentragandamayit
sekilas cerita :
Waktu ia masih berwajah cantik bernama Dewi Uma. Suatu sore Bathara Guru dan Dewi Uma pergi menunggang Lembu Andhini melihat lihat pemandangan alam. Sewaktu angin sejuk semilir Bathara Guru terpesona oleh kecantikan istrinya, ia lalu mengajak memadu kasih saat itu juga. Namun Dewi Uma menolak, Bathara Guru tidak menghiraukan penolakan istrinya sedangkan Dewi Uma terus berusaha menghindar. Karena tak lagi dapat menahan hasratnya, maka jatuhlah benih hasrat cinta Bathara Guru ke laut yang menjadi kobaran api dan menjelma jadi Bathara Kala. Terjadilah saling mengutuk di antara mereka, Bathara Guru dikutuk bertaring sedangkan Dewi Uma dikutuk jadi Raksesi. 


6. Bathara Brama

Ayah : Bathara Guru
Ibu : Dewi Uma
Istri : dewi Saci, dewi Saraswati, Dewi Rarasati
sekilas cerita :
Di antara banyak anaknya, yang paling terkenal adalah dewi dresnala yang diperistri arjuna. Perkawinan ini menghasilakn seorang cucu bagi Bathara Brama, yakni Bambang Wisanggeni.
Bathara Brama pernah melakukan tindakan yang tidak bijaksana dengan menceraikan dewi dresnala dari arjuna. Dewi dresnala kemudian diberikan kepada Dewasrani, meskipun  dia sedang hamil tua. Tindakan Bathara Brama  ini akibat bujukan dan hasutan Bathari Durga. Namun akhirnya Bathara Brama menyadari kesalahannya.
Menjelang Barathayuda, Bathra Brama mendapat tugas berat dari Bathara Guru. Karena para dewa menilai tidak ada satu makhlukpun di dunia yang sanggup menandingi kesaktian Wisanggeni anak dari Arjuna. Bathara Brama mendapat tugas berat untuk membunuh Wisanggeni. Lalu Bathara Brama bertanya kepada Wisanggeni apakah Wisanggeni bersedia berkorban bagi kemenangan para Pandawa dalam perang Baratayuda. Wisanggeni menyatakan sanggup.
Bathara Brama lalu menyuruh cucunya memandang salah satu titik diantara mata Bathara Brama. Seketika itu juga tubuh Wisanggeni mengecil sampai menjadi debu. Dalam Mahabarata, tokoh Wisanggeni tidak ada.


7. Bathara Indra

Nama lain :
Ø Maharaja Sakra
Ø Sang Hyang  Surapat
Ø Sang Hyang Cakra
Ø Sang Hyang Resi Upadya
Ayah : Bathara Guru
Ibu : Dewi Uma
Istri : Dewi Wiyati
Bertempat di negara : Kahyangan Kaendran Rinjamaya
Sifat : jujur, suka keindahan, pemberani, pembela keutamaan
sekilas cerita :
Bathara Indra juga adalah dewa pembawa pahala untukdibagi bagikan kepada manusia yang berbuat kebaikan, menurut cerita dia juga adalah dewa cuaca dan ia adalah dewa penguasa petir.
Dalam kitab Brahma Waiwartapurna, setelah mengalahkan Wreta, Indra menjadi angkuh dan meminta Wiswakrama, arsitek para dewa untuk membangun suatu kediaman megah untuknya. Indra kurang puas dengan pekerjaannya sehingga Indra tidak mengijinkannya pergi sebelum ia mampu menyelesaikan pekerjaannya. Wisakrama memohon bantuan Dewa Brahma agar ia terbebas dari jerat Indra. Brahma pun meminta bantuan Wisnu, sehingga Wisnu menemui Indra sebelumnya tidak memiliki kediaman semegah itu. Karena tidak memahamimaksudnya Indra pun bertanya tentang Indra sebelumnya. Wisnu menjelaskan bahwa dalam setiap alam semesta, ada satu Indra berkuasa dengan umur 70 yuga sehingga jumlah Indra tak terhitung. Kemudian tampak serombongan semut lewat dan Wisnu berkata mereka adalah reinkarnasi Indra pada masa lampau. Indra sekarangpun sadar bahwa kemewahan yang dimilikinya tidak berarti sehingga ia membiarkan Wisakrama pergi.


8. Bathara Bayu

Nama lain :
Ø  Sang Hyang Pawana
Ø  Resi Boma
Ayah : Bathara Guru
Ibu : Dewi Uma
Bertempat di negara : Kahyangan Argamaruta
Sifat : tekadnya kuat, jujur, suka membela kebenaran
sekilas cerita :
Bathara Bayu mempunyai saudara saudara tunggal bayu, sama sama berkekuatan angin, yaitu Anoman, Werkudara, Wil Jajahwreka, Begawan Maenaka, Liman Satubanda (Gajah Sena).
Di dalam lakon Begawan Palasara Krama (kawin), Bathara Bayu datang sebagai pemisah perselisihan paham antara Palasara dan Sentanu dalam memperebutkan kemuliaan di Marcapada (dunia) dan Palasara memilih kemuliaan di Kahyangan (akhirat). Selain di dalam lakon ini, Bathara Bayu juga kerap kali datang di Marcapada sebagai pemisah, apabila terjadi suatu perselisihan paham.
Ketika perang Baratayuda semakin dekat, para Dewa turun ke negara Astina untuk memisahkan Pandawa dan Kurawa yang bersengketa. Bathara Bayu pun ikut turun. Namun segala daya upaya para Dewa tak berhasil dan perang akhirnya pecah jugalah.
Di dalam pewayangan, pada perang yang penghabisan yang lazim disebut perang sampak, Werkudara umumnya menyebabkan musuhnya mati. Setiap kali musuh mati, menarilah Werkudara dan tariannya itu disebut tari Tayungan. Tetapi kalau musuhnya orang Kurawa, musuhnya itu tidak mati, sebab orang orang Kurawa hanya akan mati kelak dalam Perang Baratayuda. 


9. Bathara Wisnu

Nama lain :
Ø   Ahuta,
Ø   Cakrawati,
Ø   Sanghyang Suman,
Ø   Madusadana,
Ø   Idowati
Ayah : Bathara Guru
Ibu : Dewi Uma
Istri : Dewi Sri Sekar, Dewi Sri Pujayanti, Dewi Pertiwi
Bertempat di negara : Kahyangan Utarasegara
Sifat : bertekad kuat, jujur, adil
Senjata : Cakra Baskara, Sekar Wijayakusuma
sekilas cerita :
Mereka yang mendapat titisan Bathara Wisnu menjadi orang yang sakti dan waspada. Yang mendapat titisan Bathara Wisnu ialah Prabu Arjuna Sasrabahu, Patih Suwanda, Sri Rama, Arjuna, Prabu Kresna. Ketika dewa ini dilahirkan, bumi terpengaruh hingga bergetar sampai Bathara Guru pun jatuh terpelanting.
Bathara Wisnu bisa tiwikrama menjadi raksasa yang tidak terhingga besarnya dan memiliki senjata cakra yang sangat sakti. Kesaktian dari senjata cakra itu digunakan oleh titisan Wisnu sebagai bukti bahwa mereka memang  titisannya Bathara Wisnu.
Ketika bathara wisnu akan kawin dengan Dewi Pertiwi, maka bunga Wijayakusuma tersebut dipinjam oleh Bathara Wisnu untuk digunakan sebagai jujur. Tetapi untuk lengkapnya, siapa memiliki bunga itu harus memiliki kulitnya dan kulit itu dimiliki oleh Prabu Wisnudewa dari negara Garbapitu.
Kulit bunga yang bertempat di dalam mulut seekor banteng dapat direbut oleh Bathara Wisnu dari mulut banteng itu. Terkabulah perkawinan Bathara Wisnu karena bisa mengadakan jujur yang diminta.


10. Bathara Yamadipati

Nama lain : -
Ayah : Sanghyang Ismaya
Ibu : Dewi Senggani
Istri : Dewi Mumpuni
Bertempat di negara : Yomaniloka / Sela Mangupeng / Parang Gumiwang.
Sifat : Bengis, menakutkan ( mencabut nyawa manusia dan menjaga neraka)
sekilas cerita :
Bathara Yamadipati adalah dewa akhirat dalam agama Hindhu. Menurut kepercayaan umat Hindhu, dialah dewa yang pertama kali dijumpai oleh roh orang mati saat berangkat menuju wilayah surgawi,  sehingga dia juga bergelar dewa kematian. Tugasnya yang utama adalah mengadili roh orang mati, dengan didampingi oleh asistennya yang disebut Citragupta, pencatat karma manusia. Karena keadilannya , ia disebut pula Dharmaraja.
Bathara Yanadipati memiliki kakak bernama Waiwaswata Manu dan saudara kembar perempuan bernama Yamuna. Selain itu, ia memiliki ibu tiri bernama Radnyi, Praba, dan Caya. Karena Caya lebih memperhatikan anak kandungnya sendiri daripada anak tirinya, Yamadipati menendang kakinya. Hal itu membuatnya dikutuk bahwa kakinya akan digerogoti oleh cacing. Cacing cacing tersebut juga akan menyebabkan kakinya bernanah dan berdarah.
Untuk mengurangi kutukan tersebut, Bathara Surya memberikan seekor burung kepada Bathara Yamadipati untuk memakan cacing cacing tersebut. Kemudian Bathara Yamadipati memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat suci yang bernama Gokarna. Disana ia memuja Dewa Siwa dengan cara bertapa selama ribuan tahun. Dewa Siwa kemudian berkenan dengan tapa yang dilakukan Bathara Yamadipati, lalu ia diangkat sebagai dewa kematian. Ia diberi hak untuk menjatuhkan hukuman kepada orang orang yang melakukan dosa dan  memberikan berkah kepada orang orang yang berbuat kebajikan.
Bathara Yamadipati seorang Dewa dan anak Semar. Dewa ini berkuasa memegang kunci Neraka dan berkuasa pula mencabut nyawa manusia.


11. Bathara Candra

Nama lain :-
Ayah : Sanghyang Ismaya
Ibu : Dewi Senggani
sekilas cerita :
Bathara  Candra bertugas menerangi Arcapada (dunia) pada waktu malam hari, bergiliran dengan Bathra Surya kakaknya, yang bertugas pada siang hari. Dalam menerangi dunia, Bathara Candra bersama sama dengan Bathara Kartika memberikan sinar kesejukan pada perasaan dan pandangan makhluk di bumi pada waktu malam hari.
Bathara Candra mengetahui dimana Ditya Rembuculung bersembunyi pada waktu malam hari, setelah mencuri air penghidupan (banyu panguripan) dan memebritahukan kepada Dewata yang akhirnya Ditya Recumbulung dapat dipenggal lehernya dengan senjata cakra oleh Bathara Wisnu. Badannya jatuh di bumi dan berubah menjadi lesung tempat menumbuk padi, sedangkan kepalanya terus mengembara hidup di angkasa karena telah meminum air penghidupan serta mengancam akan menelan Bathara Candra dan Bathara Surya pada setiap waktu.
Pada saat Bathara Candra atau Bathara Surya termakan Ditya Recumbulung, dunia menjadi gelap, keadaan yang demikian disebut gerhana bulan atau matahari. Untuk keduanya segera terlepas dari mulut Ditya Recumbulung sehingga bumi menjadi terang kembali, maka pada zaman dahulu di Pulau Jawa ada adat memukul lesung jika terjadi gerhana. 


12. Bathara Surya

Ayah : Sanghyang Ismaya
Ibu : Dewi Senggani
sekilas cerita :
Bathara Surya juga berarti dewa matahari. Dewa ini terkenal mempunyai banyak anak dari berbagai wanita. Diantaranya dari Dewi Kunthi yang melahirkan Adipati Karna dalam kisah Mahabarata.
Bathara Surya pernah berselisih dengan Anoman. Anoman menyalahkan Bathara Surya atas kejadian yang menimpa ibunya Dewi Anjani dan neneknya yang dikutuk menjadi tugu oleh suaminya sendiri. Anoman merasa Bathara Surya harus bertanggung jawab sehingga Anoman dengan ajiannya mengumpulkan awan dari seluruh dunia untuk menutupi bumi sehingga sinar sang Surya tidak bisa mencapai bumi. Untungnya kejadian ini dapat diselesaikan secara baik baik sehingga Anoman dengan sukarela menyingkirkan kembali awan awannya sehingga alam dunia terkena sinar mentari kembali.
Dalam Mahabharata, Kunti menerima sebuah mantra dari Resi Durwasa. Jika mantra itu diucapkan ia akan dapat memanggil setiap dewa dan melahirkan anak oleh dia. Percaya dengan kekuatan mantra ini, tanpa disadari Kunti telah memanggil Bathara Surya, tetapi ketikka Bathara Surya muncul, ia takut dan minta Bathara Surya untuk kembali. Namun Bathara Surya memiliki kewajiban untuk memenuhi mantra sebelum kembali. Bathara Surya secara ajaib membuat Dewi Kunthi untuk melahirkan anak, untuk mempertahankan kesuciannya, sebagai putri yang belum menikah maka lahirlah anak Kunthi melalui telinga yang kemudian diberi nama Karna. Kunthi merasa dipaksa untuk meninggalkan anaknya. Karna yang tumbuh menjadi besar lalu ikut keluarga Kurawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar